Aku mulai hari ku dengan mandi pagi di kamar mandi berbatas seng
tanpa atap, dengan sebuah ember dan gayung. Aku rasakan kenyaman mandi disana,
tak jarang teman ku sering mengintip ku saat mandi. Aku terlahir tanpa sempat
melihat Ibuku, kata Ayah ku saat itu Ibu mengandungku dalam keadaan sakit, Ayah
tidak mau memberi tau ku apa penyakitnya, sampai sekarang. Dikala aku mulai
berteman dengan mereka yang memiliki keluarga lengkap dan kehidupan mereka yang
enak menurutku, yah layak dan nyaman. Aku tidak pantas untuk membayangkan
kehidupan seperti mereka.
![]() |
Ilustrasi diambil dari wisataseru.com |
Aku ingat waktu itu hari jum'at satu hari sebelum Idul Fitri, ada santunan anak yatim/piatu, aku diberi surat oleh guruku, yah aku tidak tau mengenai itu. Dirumah aku memberi surat itu kepada ayahku, kata ayahku " Tak usah, kita tak perlu disantuni, Ayah masih sanggup membiayai mu nak " , aku hanya meng-iyakan dan menganggukkan kepala ku padanya. Acaranya tepat jam 3 sore, acaranya berisi ceramah, pengajian, makan bersama, dan ditutup santunan dan maaf-maafan. Aku duduk di baris ke 3 dari depan. Saat itu namaku di panggil oleh pembawa acara saat itu, aku hanya menunduk dan pura-pura tidak mendengar, Semua mata tertuju padaku, dan aku mulai bingung harus bagaimana, aku ingat kata ayah, kita tidak usah disantuni, namun guruku datang dan membisikkan satu kata kepadaku "ayo nak!" . Aku tidak bisa menolak, dan aku pun maju ke atas panggung itu. Ada beberapa orang teman-teman ku di atas panggung, aku tidak tahu apa yag mereka rasakan, tapi dari wajah mereka tampak biasa saja. Berbeda dengan ku yang takut dan gugup di atas panggung itu. Au diberi amplop oleh guru-guru dan ustadz yang ada waktu itu, aku masih tidak paham tentang apa artinya itu, dan aku juga tidak tahu apa isi amplop itu.
Ayahku menjemputku saat itu, dengan keringat yang membasahi bajunya waktu itu,
membuat dia kelihatan tampak lelah. Aku menghampiri ayahku, aku menceritakan
semua yang terjadi di acara tadi saat kami berjalan pulang. Wajah ayah seketika
berubah, aku yang saat itu duduk di atas badan sepeda itu melihat wajahnya yang
mulai mengerut marah. Sepanjang kami berjalan wajah ayah selalu begitu, sambil
beberapa kali mulutnya mengeuarkan suara yang tak tau apa yang dia bicarakan.
Sampai dirumah aku mmberikan amplop itu kepada ayah, namun ayah menolaknya, lalu meninggalkan ku sendiri di kamar, aku masih bingung, kenapa ayah arah, lalu aku sobek sedikit amplop itu, ku lihat isinya. Padahal isinya hanya uang Rp 50.000-a dua lembar. Aku bingung kenapa Ayah menolaknya. Aku keluar dari kamar, dan memanggil ayah, "ayah,,,ayah,," kataku sambil sedikit berteriak, namun, tak ada jawaban dari ayah. Aku melihat keluar, sepeda ayah pun tak ada. Aku bingung saat itu, ayah pergi kemana. Sekarang aku sendirian dirumah, di depan pintu aku menunggu ayah pulang. Tiba-tiba...
Aku sudah berada di kamarku, tak sadarku aku teridur tadi, dan kulihat ada ayah sedang bersujud diatas sejadahnya, aku bersembunyi di balik pintu kamar ku yang penuh rayap. Aku melihat ayah bangkit dari sujudnya dengan air yang keluar dari matanya. Aku mencoba untuk mendengar doa ayah, yang dia ucapkan dengan lembut dan halus, yang kudengar hanya " Ya Allah,,," . begitu terus, tanpa tau kelanjutannya apa, aku datangi ayah, sambil memeluknya dari belakang. Dia mencium ku dan memelukku, "ayah kenapa? ". kataku halus, sambil mengelus pipi ayah yang sudah basah.
Keesokan harinya, aku di ajak oleh guruku untuk berjalan santai sambil olah raga di sekitaran sekolah ku, hal ini biasa terjadi. Tapi tak sengaja hari itu aku melihat seorang pria di kejauhan, dengan sepedanya, yang ku kira sepeda itu mirip seperti milik ayah, aku memperhatikan pria itu, tak jelas memang, karena dia lumayan jauh, saat itu aku melihat dia berputar-putar di sekitaran beberapa bangunan yang belum jadi. Di setiap bangunan itu dia berhenti dan masuk kedalam, namun dia keluar lagi, begitu seterusnya. Aku heran apa yang dia lakukan. "krriiiiiingggggg...". Bel sekolah berbunyi, dan ibu guru langsung menyuruh kami untuk masuk ke sekolah.
Ayah selalu menjemputku tepat waktu, dia sudah menungguku di bangku kayu depan sekolah dekat pos satpam. Dia tersenyum melihat ku, dia menghampiriku dan mengambil tas punggungku, dan dia memakainya, biasa terjadi seperti itu, saat itu dan aku pulang melewati pintu masuk jalan tol, tak biasa saat itu jalan itu macet dan ramai sekali, saat itu aku dan ayah, ada di barisan terdepan menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, namun, saat itu aku terkejut, aku dan ayah di serempet oleh salah satu pengendara motor yang memacu kendaraannya lebih cepat ketika lampu belum berubah hijau. Kami pun tejatuh, Pengendara tadi lari tidak tahu kemana perginya. ayah memelukku saat jatuh, sehingga aku tidak terluka sama sekali, yang kulihat saat itu tangan dan kaki ayah luka karena terkena gesekan aspal. Dia masih memelukku, kuihat juga sepeda tuanya itu sudah bengkok, dan beberapa ada yang patah. Saat itu tak ada satupun yang membantu kami, aku dan ayah pulang dengan ayah menyeret sepeda tuanya yang tidak bisa digunakan lagi, dengan kaki yang luka, ayah sedikit tertatih membawa sepeda tersebut.
Dirumah Ayah hanya duduk sambil membersihkan lukanya, dan aku tak tahu harus ngapain. Ayah hanya menatap sepedanya yang rusak itu. ntah apa yang ada dipikirkan oleh ayah, tapi yang jelas dia merasa bingung, semua kegiatannya bergantung pada sepeda.
------------------------------------------------------ Bersambung.
Sampai dirumah aku mmberikan amplop itu kepada ayah, namun ayah menolaknya, lalu meninggalkan ku sendiri di kamar, aku masih bingung, kenapa ayah arah, lalu aku sobek sedikit amplop itu, ku lihat isinya. Padahal isinya hanya uang Rp 50.000-a dua lembar. Aku bingung kenapa Ayah menolaknya. Aku keluar dari kamar, dan memanggil ayah, "ayah,,,ayah,," kataku sambil sedikit berteriak, namun, tak ada jawaban dari ayah. Aku melihat keluar, sepeda ayah pun tak ada. Aku bingung saat itu, ayah pergi kemana. Sekarang aku sendirian dirumah, di depan pintu aku menunggu ayah pulang. Tiba-tiba...
Aku sudah berada di kamarku, tak sadarku aku teridur tadi, dan kulihat ada ayah sedang bersujud diatas sejadahnya, aku bersembunyi di balik pintu kamar ku yang penuh rayap. Aku melihat ayah bangkit dari sujudnya dengan air yang keluar dari matanya. Aku mencoba untuk mendengar doa ayah, yang dia ucapkan dengan lembut dan halus, yang kudengar hanya " Ya Allah,,," . begitu terus, tanpa tau kelanjutannya apa, aku datangi ayah, sambil memeluknya dari belakang. Dia mencium ku dan memelukku, "ayah kenapa? ". kataku halus, sambil mengelus pipi ayah yang sudah basah.
Keesokan harinya, aku di ajak oleh guruku untuk berjalan santai sambil olah raga di sekitaran sekolah ku, hal ini biasa terjadi. Tapi tak sengaja hari itu aku melihat seorang pria di kejauhan, dengan sepedanya, yang ku kira sepeda itu mirip seperti milik ayah, aku memperhatikan pria itu, tak jelas memang, karena dia lumayan jauh, saat itu aku melihat dia berputar-putar di sekitaran beberapa bangunan yang belum jadi. Di setiap bangunan itu dia berhenti dan masuk kedalam, namun dia keluar lagi, begitu seterusnya. Aku heran apa yang dia lakukan. "krriiiiiingggggg...". Bel sekolah berbunyi, dan ibu guru langsung menyuruh kami untuk masuk ke sekolah.
Ayah selalu menjemputku tepat waktu, dia sudah menungguku di bangku kayu depan sekolah dekat pos satpam. Dia tersenyum melihat ku, dia menghampiriku dan mengambil tas punggungku, dan dia memakainya, biasa terjadi seperti itu, saat itu dan aku pulang melewati pintu masuk jalan tol, tak biasa saat itu jalan itu macet dan ramai sekali, saat itu aku dan ayah, ada di barisan terdepan menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, namun, saat itu aku terkejut, aku dan ayah di serempet oleh salah satu pengendara motor yang memacu kendaraannya lebih cepat ketika lampu belum berubah hijau. Kami pun tejatuh, Pengendara tadi lari tidak tahu kemana perginya. ayah memelukku saat jatuh, sehingga aku tidak terluka sama sekali, yang kulihat saat itu tangan dan kaki ayah luka karena terkena gesekan aspal. Dia masih memelukku, kuihat juga sepeda tuanya itu sudah bengkok, dan beberapa ada yang patah. Saat itu tak ada satupun yang membantu kami, aku dan ayah pulang dengan ayah menyeret sepeda tuanya yang tidak bisa digunakan lagi, dengan kaki yang luka, ayah sedikit tertatih membawa sepeda tersebut.
Dirumah Ayah hanya duduk sambil membersihkan lukanya, dan aku tak tahu harus ngapain. Ayah hanya menatap sepedanya yang rusak itu. ntah apa yang ada dipikirkan oleh ayah, tapi yang jelas dia merasa bingung, semua kegiatannya bergantung pada sepeda.
------------------------------------------------------ Bersambung.
Copyright 2016 @adamaprianto
4 komentar
dikiiit lagi.. tinggal ngembangin bahasanya aja, nambah bendahara kata. keep moving forward!
Replyiyaaaa, hihihi
terimakasiih guru 
ReplyMantap! Lanjutkan masadaw
Replyhaha, terima kasih dedi
ReplyPost a Comment
Silahkan berkomentar, Tapi tidak SARA/SPAM.